Thursday, April 29, 2010

Mar'ah Muslimah

,
Secara ringkas, Islam membicarakan pandangannya tentang wanita di masyarakat yang termuat dalam butir-butir berikut ini:

Pertama:
Kewajiban Mendidik Wanita
Islam melihat adanya kewajiban untuk memperbaiki dan mentarbiyahi akhlak wanita dengan keutamaan-keutamaan dan kesempurnaan sejak dini. Islam juga menganjurkan para bapak dan para wali wanita untuk melakukan hal ini dan menjanjikan bagi mereka pahala besar dari Allah, serta mengancam mereka dengan adzab yang pedih jika mereka menelantarkannya.
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan oleh-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tahrim: 6)
Dalam hadits shahih Rasulullah saw. bersabda,
"Setiap kalian itu adalah penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakannya. Seorang Imam adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang laki-laki adalah penggembala didalam keluarganya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang wanita adalah penggembala di rumah suaminya dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya, seorang pembantu adalah penggembala dari harta majikannya dan dimintai pertanggungjawaban atas yang digembalakan, dan setiap kalian adalah penggembala dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang digembalakannya." (HR. Syaikhan dari Abdullah bin Umar)
Dari Ibnu Abbas ra. Berkata Rasulullah saw.,
"Tidaklah seorang muslim yang mempunyai dua anak perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam hubungan dengan keduannya kecuali keduanya akan bisa memasukannya ke dalam surga." (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)
Dari Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda,
Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, kemudian ia berbuat baik dalam berhubungan dengan mereka dan bertakwa kepada Allah atas (hak) mereka, maka baginya surga." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud, hanya saja pada riwayat Abu Dawud Rasulullah saw bersabda, "Kemudian ia mendidik, berbuat baik, dan menikahkan mereka, maka baginya surga.")
Di antara didikan yang baik bagi anak-anak dalam mengajarkan kepada mereka apa saja dari hal-hal yang sesuai dengan keberadaan mereka seperti: membaca, menulis, berhitung, ilmu agama, sejarah para salafus shalih, -lelaki maupun perempuan-, mengurus rumah, masalah-masalah kesehatan, dasar-dasar tarbiyah, mengurus anak, serta segala sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang ibu dalam mengatur rumah dan mendidik anak-anaknya.
Dalam hadits Bukhari dikatakan, Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka untuk mendalami agama."
Banyak wanita salaf dahulu yang menjadi gudang ilmu, keutamaan, dan fiqih dari dien Allah.
Sedangkan selain hal-hal di atas, dari ilmu-ilmu yang tidak dibutuhkan oleh wanita, maka sia-sia dan tiada guna. Wanita tidak perlu akan hal itu, lebih baik ia menggunakan waktunya untuk hal-hal yang bermanfaat.
Adalah Abul A'la Al Ma'arry berpesan kepada wanita seraya berkata,
"Ajarilah mereka memintal dan menjahit
Biarkan mereka membaca dan menulis aksara
Doanya seorang dara dengan Al-Fatihah dan Al-Ikhlas
Sama dengan membaca Yunus dan Bara'ah"
Memang kita tidak menghendaki hanya sampai disitu saja namun kita juga tidak menghendaki mereka-mereka yang melampaui batas dalam membawa wanita kepada hal-hal yang tidak dibutuhkannya dari berbagai macam studi. Kita katakana, "Ajarilah wanita apa yang dibutuhkannya dengan melihat kepada tugas dan peran yang telah dititahkan oleh Allah kepadanya, yakin mengurus rumah dan mendidik anak."

Kedua:
Membedakan Antara Wanita dan Laki-laki
Islam melihat bahwa ikhtilat (campur aduk) antara wanita dan laki-laki itu berbahaya, Islam memisahkan antara keduannya kecuali dengan cara menikah. Oleh karena itulah maka masyarakat Islam adalah masyarakat tunggal bukan bersifat ganda.
Para propagandis ikhtilat mengatakan bahwa hak itu akan menyebabkan kemandulan dalam menikmati lezatnya berkumpul dan manisnya bercengkraman yang akan didapatkan oleh salah satu dari keduanya manakala berkumpul dengan yang lain. Ikhtilat juga akan mewujudkan rasa yang membuahkan aneka tata karma sosial seperti lemah lembut, baik dalam bergaul, halus dalam bertutur, santun dalam sikap, dan lain-lain. Mereka juga mengatakan, pemisahan antara dua jenis ini akan menjadikan salah seorang merasa rindu dengan yang lain. Namun dengan berhubungan antara keduannya (laki-perempuan) akan memperkecil kesempatan berpikir tentang hal itu, akan menjadikannya sebagai hal yang lumrah dalam jiwa. Karena yang paling dicintai manusia adalah apa yang dilarang baginya dan apa yang ada dalam genggaman tangan sudah tidak lagi jadi pikiran jiwa.

Demikianlah yang mereka katakan dan banyak yang terfitnah dengan kata-kata mereka itu. Apalagi hal itu merupakan pikiran yang sesuai dengan gejolak hawa nafsu dan sejalan dengan syahwat. Kita katakan kepada mereka, "Kendati kami belum sepenuhnya puas dengan apa yang kalian katakan pada statemen yang pertama, kami akan katakan kepada kalian akan apa yang diakibatkan oleh kelezatan bertemu dan kenikmatan bercengkramannya laki-perempuan. Akibat itu adalah hilangnya kehormatan, rusaknya jiwa dan perilaku, kehancuran rumah, kesengsaraan keluarga, rawannya kriminalitas, degradasi moral, tidak mempunyai kejantanan yang tidak hanya sekedar sampai kepada kebancian dan kelembekan. sungguh hal ini bisa dibuktikan dan tidak akan membantah kecuali oleh orang yang sombong."

Dampak negatif ikhtilat ini seribu kali lipat lebih banyak daripada manfaatnya. Jika bertentangan antara maslahat dan kerusakan, maka tentunya menghalau kerusakan itu lebih didahulukan. Apalagi maslahat yang didapat itu tidak sebanding dengan banyaknya kerusakan.

Sedangkan statemen yang kedua, maka itu tidak benar. Justru ikhtilat itu akan menambah kecenderungan. Dulu ada yang mengatakan, "Adanya makanan itu akan menambah syahwatnya orang yang rakus (untuk makan)." Seorang suami hidup bersama istrinya bertahun-tahun, sudah pasti kecenderungan (untuk menggaulinya) akan bertambah dalam jiwanya. Maka bagaimana mungkin hubungan (selalu dekat) dengan sang istri tidak menjadi sebab kecenderungan kepadanya?
Sementara itu seorang wanita yang ikhtilat akan terdorong untuk memamerkan lekuk-lekuk perhiasannya. Ia tidak rela kecuali laki-laki itu kagum kepadanya, ini merupakan dampak ekonomis yang negatif yang ditimbulkan oleh ikhtilat. Yakin boros dalam perhiasan, tabarruj yang mengarah pada habnisnya pada habisnya uang, bangkrut, dan kekafiran.

Oleh karena itulah kamu berseru bahwa masyarakat Islam itu adalah masyarakat tunggal bukan masyarakat ganda. Para lelaki punya masyarakat sendiri sebagaimana wanita punya masyarakat sendiri. Islam membolehkan bagi wanita untuk mengikuti shalat 'ied, shalat jamaah, dan keluar untuk berperang dalam situasi yang sangat darurat. Namun Islam hanya sampai batas ketentuan ini (tidak merambah pada yang lain) dengan menentukan berbagai macam persyaratan seperti: menjauhi tabaruj (berhias berlebihan), menutup aurat, melebarkan pakaian (longgar), tidak tipis, dan tidak pula membentuk warna tubuh, serta tidak berkhalwat (duduk bersepi-sepi) dengan lelaki yang bukan mahramnya dalam situasi dan keadaan yang bagaimanapun.
Sesungguhnya diantara dosa besar dalam Islam adalah jika ada seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita yang bukan mahramnya. Islam juga telah memberikan garis ketetapan yang keras dan pasti terhadap segala jalan menuju ikhtilat bagi kedua jenis anak manusia ini. Maka menutup aurat adalah bagian dari tatakramanya.
Pengharaman khalwat dengan lawan jenis yang bukan mahramnya adalah salah satu hukum dari sekian hukum-hukumnya.
Menundukkan pandangan adalah bagian dari kewajiban-kewajibannya.
Menetap dirumah bagi seorang wanita sampai ketika shlat adalah merupakan syiar dari sekian banyak syiar-syiarnya.
Menjauhiÿÿangsangan anik s aÿÿ, maupun gerak dengan segala macÿÿ fus (ena berhias, -khususnya ketika keluar rumah-adalah salah satu dari sekian banyak garis ketetapannya.

Semua itu disyariatkan agar kaum lelaki selamat dari fitnah wanita, karena fitnah ini adalah fitnah yang paling mudah hinggap dalam dirinya. Juga agar kaum wanita selamat dari fitnah laki-laki, karena fitnah itu adalah fitnah yang paling mudah mendekati hatinya. Ayat-ayat mulia dan hadits-hadits suci telah menuturkan hal itu:
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, 'Hendaklah merasa menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat."

"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menundukkan –pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah wahai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung." (An-Nuur: 30-31)
"Hai Nabi katakan pada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.' Yang dengan demikian itu supaya mereka mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu." (Al-Ahzab: 59)
Dan ayat-ayat lainnya.
Dari Abdullah bin Masud ra. Berkata, Rasulullah saw. bersabda, (yakin meriwayatkan dari Rabbnya),
“Pandangan itu anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Barangsiapa yang menghindarnya karena takut kepada-Ku, aku akan menggantinya dengan iman yang akan ia dapatkan manisnya keimanan itu di dalam hatinya.” (HR. At-Thabrani dan Al-Hakim)
Dari Abu Umamah ra. Berkata, bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Hendaklah kalian menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan kalian, atau (kalau tidak) Allah akan membutakan wajah-wajah kalian.” (HR. Thabrani)
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. Berkata Rasulullah saw. Bersabda,
“Tidaklah pagi itu akan menjelang kecuali ada dua malaikat yang berseru, sungguh celaka kaum lelaki dan kaum wanita, sungguh celaka kaum wanita karena kaum lelaki.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Dari Uqbah bin Amir ra. Behwasannya Rasulullah saw. Bersabda,
“Jauhilah kalian untuk memasuki rumah wanita,” berkatalah orang dari Anshar, “Tahukah kamu saudara ipar itu?”, ia mengatakan, “Saudara ipar itu mematikan.” (HR. Bukhari)

Majma'atur Rasail
Hasan Al Banna

Wednesday, April 28, 2010

Waktu adalah kehidupan

,

WAKTU ADALAH KEHIDUPAN

Bismillahirrahmanirrahiim...
Berbicara waktu, mungkin itu menjadi salah satu dari permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Waktu bisa menuntun, tapi ia juga bisa menuntut. Nah lo, kok gitu ya..?!.Yups, waktu yang menuntun apabila kita sebagai manusia yang telah diberikan akal oleh Sang Khalik bisa memanage atau memfungsikan waktu itu dengan baik. Waktu yang menuntun akan dirasa bahwa setiap jam, setiap menit bahkan setiap detik adalah bermanfaat untuk kita dan sekitar. Sehingga ia senantiasa kehidupan yang memiliki makna. Namun, bagaimana dengan waktu yang menuntut? Waktu yang menuntut sangat membuat kehidupan ini seolah-olah dikejar oleh predator yang ingin memangsa kita, hingga kita terlahap dan tak berdaya oleh waktu tersebut. Waktu yang menuntut kita adalah suatu keadaan dimana kita terseok-seok dalam menjalankan fungsi kehidupan. Kalau hal itu sampai terjadi, maka akan banyak hak-hak yang terabaikan tak terpenuhi oleh kita. Hak orang tua, hak adik, hak kakak, hak teman, hak organisasi, dan hal lainnya. Maukah hal itu terjadi? Maukah menjadi dzalim terhadap sesuatu atau orang lain apabila tidak dipenuhinya suatu hak?. Biarlah itu menjadi suatu tanda tanya besar bagi kita. Lebih memilih yang menuntun atau yang menuntutkah?.
Waktu adalah kehidupan. Dia bukan hanya benda mati yang melingkar dipergelangan tangan dan dia bukanlah kekasih dinding yang selalu melekat padanya. Namun, ia hidup di mana selalu mengikuti setiap langkah kehidupan kita. Apabila kita ingin setiap waktu yang menemani kita hidup,terlebih bermakna, apa yang seharusnya kita lakukan untuk melewati waktu itu sendiri?. Apakah bersantai, menunda pekerjaan atau sebaliknya, dengan siap siaga, cari aktivitas yang bermanfaat guna menggerakan segala potensi dan berkarya untuk umat?. Sekali lagi, hanya hati, jiwa dan pikiran kita yang mampu menjawab sekaligus memilihnya. Pernahkah mendengar Jargon “waktu adalah uang”. Ya..,waktu adalah uang. Namun, dalam islam agama rahmatan lil a’lamin ini, waktu tidak hanya sekedar itu, tidak hanya bekerja keras pribadi untuk menghasilkan materi, waktu adalah sarana kita untuk kerja keras pribadi dan umat. Ia bagaikan kehidupan, sekali lagi kehidupan, terlebih kehidupan yang bermakna bukan kehidupan ruang kosong.
Telah dikatakan sebelumnya bahwa waktu adalah uang. Coba kita ganti kata-kata tersebut seperti kata-kata yang di ungkapkan oleh sahabat Rasulullah, yaitu Umar bin Khatab bahwa “waktu adalah pedang, pedang, sekali lagi pedang”. Pedang yang bisa bermanfaat melawan musuh yang menghalangi kita. Musuh tersebut dapat berupa kemalasan, kelalaian, atau hal-hal yang tidak bermanfaat dalam mengatur waktu. Namun, jangan sampai pedang itu menghunus ke tubuh kita sendiri akibat dari ketidakmampuan dalam menggunakan pedang itu. Dalam hal ini yaitu mengatur waktu. Jadi, seharusnya waktu adalah pedang bukan uang. Ketika kita lihai memainkan pedang, maka kita akan beruntung, tapi jika kita lalai dalam memainkan pedang, maka kitalah yang akan terhunus oleh pedang itu sendiri. Azamkan dalam diri kita semua bahwa waktu adalah pedang. Pedang kehidupan seperti dua mata pisau, ia bisa celaka, tapi ia bisa bermakna terlebih untuk islam mulia. Ingatlah pesan dari seorang pejuang dakwah mesir, Hasan Al Banna, bahwa kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang kita punya. Kewajiban itu akan bermain dengan waktu. Jika waktu itu terbatas, bagaimana kita bisa banyak melakukan amal shaleh untuk melebihi dosa-dosa yang menggunung?bagaimana caranya setelah tiada dari alam fana ini, amal shaleh kita tetap mengalir terus mengalir sampai hari akhir terjadi?yang bisa kita lakukan adalah menyampaikan sesuatu yang  bermanfaat sehingga meskipun kita telah tiada, kebermanfaatan yang kita sampaikan masih ada tak lekang oleh waktu. Mampukah kita melakukan hal tersebut?Insya Allah.
Tak ingin berpanjang lebar, ingatlah dua nikmat dimana kita sering tertipu olehnya, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang. Kesehatan sering kali kita abaikan kebutuhannya, padahal ia merupakan suatu hal yang menopang kita dalam menjalankan aktivitas, yang menopang kita dalam menjalankan visi dan misi kehidupan, dan yang menopang kita dalam beribadah kepada allah SWT. Jadi, jagalah kembali nikmat sehat itu, nikmat dimana sebagai amunisi kita dalam berdakwah. Selain itu, nikmat waktu luang juga terkadang berbahaya mengancam ruhiyah, jiwa, dan pikiran kita. Terkadang dengan waktu luang, gaya gravitasi yang menarik untuk bersantai menjadi begitu besar sehingga banyak amal shaleh yang biasanya kita lakukan menjadi tidak dilakukan sebagaimana  mestinya. Gunakan waktu luang dengan sebaiknya, sekali lagi, juga sebagai amunisi kita dalam berdakwah.

Wallahu alam bishawab
 

Simplicity Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates